Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MK RI Batalkan Larangan Kampanye di Tempat Ibadah: Implikasi dan Kontroversi

 MK RI Batalkan Larangan Kampanye di Tempat Ibadah: Implikasi dan Kontroversi

MK RI Batalkan Larangan Kampanye di Tempat Ibadah: Implikasi dan Kontroversi

Bansos Kita - Selasa, 15 Agustus 2023 - MK RI Batalkan Larangan Kampanye di Tempat Ibadah: Implikasi dan Kontroversi - Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengeluarkan putusan yang menggemparkan mengenai larangan kampanye di tempat ibadah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Putusan ini menyatakan bahwa larangan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diakui dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pemimpin Sidang, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, membacakan putusan dalam sidang yang diadakan di Gedung MK, Jakarta. Putusan ini mengabulkan sebagian gugatan dalam uji materi perkara 65/PUU-XXI/2023.

Dalam putusan tersebut, Anwar Usman menyatakan bahwa penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Penjelasan tersebut menyatakan bahwa fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan untuk kampanye jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas tersebut. Namun, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa frasa tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga menyatakan bahwa penjelasan pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Anwar Usman menjelaskan bahwa penjelasan ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali jika dimaknai untuk mengizinkan penggunaan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan dengan izin dari penanggung jawab tempat tersebut, serta hadir tanpa atribut kampanye pemilu.

Dengan putusan ini, pasal 280 ayat (1) huruf h dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum diubah menjadi "menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu."

Sebelumnya, dua pemohon, yakni Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Ong Yenny, dan seorang karyawan swasta, Handrey Mantiri, mengajukan permohonan pengujian terhadap penjelasan pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu. Mereka berpendapat bahwa penjelasan tersebut merugikan hak konstitusional mereka sebagai pemilih dan/atau calon anggota DPRD DKI Jakarta. Putusan ini telah membawa dampak yang signifikan terhadap perdebatan tentang batasan kampanye dalam konteks tempat ibadah dan fasilitas pemerintah.

Reaksi terhadap putusan ini bermacam-macam. Beberapa pihak mendukung putusan Mahkamah Konstitusi dengan alasan bahwa larangan kampanye di tempat ibadah melanggar prinsip-prinsip kebebasan beragama dan kebebasan berpendapat yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945. Namun, ada juga yang mengkhawatirkan bahwa putusan ini dapat membuka pintu bagi penyalahgunaan tempat ibadah dan fasilitas pemerintah untuk tujuan kampanye politik, mengganggu suasana sakral dan netralitas pemerintah.

Pada akhirnya, putusan Mahkamah Konstitusi ini telah menciptakan perubahan signifikan dalam regulasi kampanye politik di Indonesia. Implikasi jangka panjang dari putusan ini masih akan terus berkembang dan memunculkan berbagai pertanyaan tentang bagaimana batasan kampanye dapat diatur tanpa mengganggu prinsip-prinsip dasar demokrasi dan kebebasan beragama.

Download putusa Mahkamah Konstitusi 65/PUU-XXI/2023 DISINI

Posting Komentar untuk "MK RI Batalkan Larangan Kampanye di Tempat Ibadah: Implikasi dan Kontroversi"